Tampilkan postingan dengan label Revolusi Mesir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Revolusi Mesir. Tampilkan semua postingan

Jumat

Mubarak Mundur, Mesir Merdeka

Pemimpin diktator Hosni Mubarak akhirnya Mundur (12/2/2011). Pernyataan ini datang dari Wakil Presiden Omar Suleiman yang mengumumkan melalui televisi nasional, Jumat (12/2/2011). Hosni Mubarak menyerahkan kekuasaannya kepada pihak militer. Resminya Mubarak mundur disambut dengan rasa haru dan bahagia oleh ribuan massa anti-pemerintahan di Alun-alun Pembebasan, Kairo. Kegembiraan disambut oleh masyarakat Mesir dengan klakson-klakson mobil yang dibunyikan dan dikibarkan bendera Mesir dimana-mana.

"Dalam keadaan sulit yang dialami negeri ini, Presiden Hosni Mubarak sudah memutuskan untuk meninggalkan jabatan presiden," ujar Suleiman. Mubarak memerintahkan dewan tentara untuk memegang tampuk kekuasaan.

Inilah awal "Revolusi Mesir" yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Mesir, yang hidup dalam kemiskinan 30 tahun belakangan ini dibawah kekuasaan Hosni Mubarak. Mereka berharap dengan mundurnya Mubarak akan membawa perubahan bagi Mesir

Read More......

Hosni Mubarak Akhirnya Mundur

Setelah 30 tahun Hosni Mubarak memimpin Mesir dengan kediktatornya, akhirnya Jumat,12/2/2011 Mubarak resmi mundur. Mundurnya Mubarak memang tidak diklarifikasikan secara langsung oleh Mubarak, akan tetapi melalui Wapres Omar Suleiman. Mundurnya Hosni Mubarak memang bisa dikatakan mengagetkan dan secara tiba-tiba karena pasalnya Mubarak baru saja memberi pernyataan untuk menolak mundur dan bersikeras akan tetap memimpin Mesir sampai menjelang pemilu September mendatang. 

Puluhan ribu pengunjuk rasa yang berkumpul di Alun Alun Tahrir, Kairo, sudah terlanjur marah karena Mubarak tak turun dan malah menyerahkan pelaksanaan tugasnya ke Suleiman.
“Para pemuda, pahlawan Mesir, pulanglah ke rumah dan kembali ke pekerjaan kalian. Dalam masa kritis ini, kita semua harus bersatu,” ujar Suleiman dalam siaran televisi nasional, setelah Mubarak mengumumkan takkan mundur.

“Perubahan mulai terjadi. Pintu dialog masih terbuka. Presiden menyerahkan tanggung jawab stabilitas, melindungi properti, dan mengembalikan kedamaian ke Mesir. Serta membuat segalanya kembali normal,” lanjut Suleiman.

Read More......

Mubarak Resmi Mundur

Presiden Mesir Hosni Mubarak yang menjabat selama 30 tahun akhirnya resmi mundur dari jabatannya(11/2/2011). Hal ini dinyatakan oleh Wakil Presiden Omar Suleiman yang sekaligus salah satu calon yang disebutkan akan menggantikan Mubarak sebagai Presiden Mesir
“Para pemuda, pahlawan Mesir, pulanglah ke rumah dan kembali ke pekerjaan kalian. Dalam masa kritis ini, kita semua harus bersatu,” ujarnya dalam siaran televisi nasional, setelah Mubarak mengumumkan takkan mundur.

Awalnya Mubarak tetap bersikukuh tidak akan mundur dari jabatannya sampai pemilu tiba pada September mendatang. Puluhan ribu pengunjuk rasa yang berkumpul di Alun Alun Tahrir, Kairo, sudah terlanjur marah karena Mubarak tak turun dan malah menyerahkan pelaksanaan tugasnya ke Suleiman.
“Perubahan mulai terjadi. Pintu dialog masih terbuka. Presiden menyerahkan tanggung jawab stabilitas, melindungi properti, dan mengembalikan kedamaian ke Mesir. Serta membuat segalanya kembali normal,” lanjut Suleiman.
Tak banyak yang memperhatikan ketika Suleiman berpidato. Suleiman yang pernah menjadi kepala intelijen Mesir menyatakan akan berupaya sebaik mungkin untuk menjamin transisi pemerintahan berjalan lancar, damai, dan sesuai undang-undang.

Read More......

Kamis

Nasib Mahasiswa Indonesia Yang Masih Terjebak di Masuro

 Sekitar 80 mahasiswa Indonesia dikabarkan masih terjebak di sebuah bangunan di Masuro, Mesir. Maulana Yusuf Alamsyah seorang mahasiswa asal Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia yang mewakili teman-temannya yang bernasib sama dengan dia mengaku merasa takut berada di daerah konflik. Maulana menuturkan bahwa persediaan bahan pangan sudah menipis dan hanya akan cukup untuk 2-3 hari ke depan. Kedua orang tua Maulana yaitu H Alamsyah dan Hj  Ai merasa cemas dengan situasi yang dihadapi anaknya tersebut, dan mereka pun hanya bisa pasrah saat mengetahui situasi Mesir saat ini terlebih anaknya belum bisa dievakuasi oleh pemerintah.

"Saya pasrah saja," ujar H Alamsyah,  Jumat (4/1/2011).

Menurutnya, berdasarkan kontak dengan anaknya saat ini Maulana terjebak dalam sebuh bangunan dan tidak bisa keluar bersama 80 mahasiswa lainnya di Masuro, Mesir. Tidak hanya itu saja, Maulana juga menceritakan banyak suara ledakan dan dentuman meriam. Kondisi Masuro yang disebut basis aktivis oposisi membuat dia bersama rekan lainnya khawatir dan ketakutan.

"Situasi mencekam, perbekalan juga dilaporkan nyaris habis. Bahkan dia mengaku tak bisa melakukan transaksi ke bank seluruh perbekalan menipis, jika ada toko makanan harganya cukup mahal dan sulit untuk dapat suplai makanan,"ujarnya lagi menirukan ucapan anaknya.

Sementara itu Hj Ai ibu dari Maulana hanya bisa menangis setiap mendengar kabar tentang Mesir. Dan keluarga Maulana berharap agar pemerintah segera melakukan evakuasi terhadap anaknya dan 80 mahasiswa lainnya yang terjebak di Masuro.

Read More......

WNI Di Mesir Terancam Kelaparan

Memasuki hari kesebelas krisis politik di Mesir, warga negara Indonesia yang berada di daerah konflik itu semakin sulit mendapat bahan makanan. Toko, bank, serta fasilitas ekonomi masih tutup. Sekalipun ada toko yang buka, harga bahan pangan melonjak tinggi.

Kesulitan mendapat makanan setidaknya dirasakan Adib Ali Rahbini (19), seorang mahasiswa Al Azhar, Kairo, asal Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.

Putra bungsu pasangan almarhum Ali Rahbini dan Jamilaturrosida (48) ini mengaku, dia bersama tujuh rekannya yang tinggal di rumah kontrakan di Hay Sabi’ Nasr City, Kairo, tidak bisa masak sejak beberapa hari ini.

“Semua mahasiswa Indonesia dibatasi waktunya oleh petugas keamanan untuk keluar dari asrama. Harga bahan makanan sudah naik. Biasanya, telur harganya 3 pounds, sekarang naik menjadi 5 pounds,” ujar Adib ketika dihubungi wartawan melalui sambungan telepon internasional, kemarin.

Meski demikian putra pendiri Ponpes Sirajul Ummah Desa Kertosono, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, ini mengaku merasa aman berada di tengah situasi krisis politik Mesir.

Selain tempat tinggalnya berada sekira 30 kilometer dari pusat gejolak massa, saat ini jadwal akademik kampus sedang memasuki masa liburan. Sehingga kegiatan sehari-hari cukup dilakukan di dalam asrama.

Namun kabar kerusuhan besar di Kairo, membuat Jamilaturrosida merasa cemas. Dia hanya bisa berdoa dan pasrah terhadap keselamatan anak yang diharapkan mampu menjadi penerus Ponpes Sirajul Ummah.

“Saya tidak bisa tidur nyenyak. Saya hanya bisa pasrah,” ucapnya.

Read More......

Selasa

Facebook-Twitter Musuh Baru Mesir

image 133 Facebook Twitter Jadi Musuh Baru Mesir
Facebook dan Twitter kini telah menjadi musuh bagi rezim Mubarak. Hal itu bisa terlihat dari tindakan pihak Mesir yang telah memutus akses internet, hal ini dilakukan untuk menanggulangi para demonstrasi. Besarnya gelombang demonstrasi yang terjadi di Mesir tak lepas dari peran situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Pemutusan akses internet dilakukan sejak Kamis, 27 Januari 2011. Akan tetapi nampaknya tindakan preventif itu tidak berhasil, karena demonstrasi massal kembali pecah secara serentak di penjuru Mesir pada Jumat, 28 Januari 2011, untuk menuntut rezim Hosni Mubarak mundur. Bagi kalangan pengamat, langkah pemerintah Mesir dengan cara memutus akses internet menandakan bahwa lawan-lawan sosial media telah berperan penting dalam menciptakan pergolakan massal. Maka, bagi rezim Mubarak jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter harus diblokir, bahkan semua akses internet dilarang beredar. Menurut kolumnis Computerworld, Jaikumar VijayanRezim, Mubarak tidak ingin mengulang kejadian di Tunisia sekaligus ingin mengadopsi langkah-langkah China dan Iran dalam membendung gerakan populer yang dibantu oleh media-media sosial di internet.
Selama ini. para aktivis dan kubu oposisi bisa dengan mudah memobilisasi massa dan melakukan koordinasi gerakan unjuk rasa melalui akun di Facebook dan Twitter. Mereka juga bisa menjadi media alternatif dengan menayangkan video-video bentrokan yang segera tersebar ke seluruh dunia melalui laman YouTube dan blog.
Data dari laman pemantau media sosial, Social Bakers, menunjukkan bertambahnya jumlah pengguna Facebook di Mesir. Enam bulan lalu, jumlah pengguna jejaring sosial itu tidak sampai 3,2 juta. Namun, hingga pekan lalu, pengguna Facebook di Negeri Piramid ini berjumlah lebih dari lima juta orang. Sekitar 85 persen pengguna masuk dalam angkatan usia produktif, yaitu 18 hingga 44 tahun.
Berdasarkan data tersebut, tidak heran bila jejaring sosial seperti Facebook menjadi alat perjuangan para aktivis untuk berkoordinasi dan memobilisasi massa. Grup-grup di Facebook pun bermunculan. Walau menonjolkan tema-tema yang berbeda dari kesulitan ekonomi hingga kekerasan aparat – tujuan grup-grup itu sama, yaitu bersatu menggulingkan pemerintahan Mubarak melalui gerakan massa.
Harian The Guardian mencatat, salah satu grup di Facebook yang populer adalah “We are all Khaled Said.” Grup itu mengadopsi nama seorang pemuda di Kota Alexandria yang dipukul hingga mati oleh polisi tahun lalu.
Grup online itu membawa pesan solidaritas melawan aparat keamanan yang semena-mena atas kaum muda. Dengan cepat, grup itu diakses oleh ratusan ribu pengguna Facebook di Mesir.
Kaum oposisi tradisional pun akhirnya ikut pola kaum muda dalam menyampaikan pesan ke banyak orang melalui media sosial. Itulah yang dilakukan Mohamed El Baradei, salah seorang tokoh oposisi.
Peraih Nobel Perdamaian 2005 ini memanfaatkan Twitter untuk menyampaikan pesan-pesan politiknya. “Dukung penuh seruan untuk demonstrasi damai melawan represi,” demikian kicau ElBaradei di Twitter, seperti yang dipantau majalah Newsweek.
Kedatangan ElBaradei ke Kairo untuk mendukung demonstrasi pada 28 Januari itu disebarluaskan melalui internet.
Perkembangan pesat jumlah pengguna media sosial di Mesir itulah yang membuat rezim Mubarak memutuskan untuk melakukan tindakan frontal, yaitu memutus semua akses internet.
Richard Stiennon, pengamat dari IT-Harvest, menilai bahwa upaya pemerintah Mesir itu menunjukkan bahwa stabilitas pemerintahan, pengambilan kebijakan, bahkan pemilihan umum bisa dipengaruhi oleh akses yang bebas dan terbuka atas informasi dan publik.
“Pemerintah punya kemampuan untuk menggunakan teknologi dalam memblokir semua akses ke layanan-layanan tertentu. Masalahnya, sampai seberapa lama tindakan itu bisa dilakukan,” kata Stiennon seperti dikutip laman Computerworld.
Menurut dia, pihak berwenang harus memutus semua akses internet secara serentak di semua wilayah untuk mencegah massa berkoordinasi satu sama lain.
Pemblokiran itu sukses dilakukan oleh Iran ketika menghadapi gelombang demonstrasi massal pada 2009. Saat itu kubu oposisi sukses menghimpun massa melalui berbagai pesan di Twitter dan Facebook untuk menentang hasil pemilu, yang mereka anggap sarat kecurangan sehingga memenangkan kembali Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Namun, Iran saat itu bertindak sigap dengan memblokir semua akses internet untuk publik. Massa demonstran pun kesulitan berkoordinasi di berbagai kota dan akhirnya gerakan anti Ahmadinejad berhasil ditangkal.
China pun menerapkan kontrol yang ketat atas penggunaan internet. Bahkan, pengguna internet di China tidak bisa mengakses jejaring sosial yang populer seperti Facebook, Twitter, dan Youtube. Ini berkat upaya serius pemerintah China dalam mengendalikan teknologi informasi di negeri mereka dengan mengerahkan dana yang besar dan kampanye yang terus-menerus.
Namun, China dan Iran berbeda dengan Mesir. Kedua negara itu bisa melakukan kontrol internet yang ketat karena memiliki infrastruktur dan keuangan yang memadai. Sebaliknya, Mesir tengah mengalami krisis ekonomi. Harga-harga kebutuhan pokok naik, begitu pula tingkat pengangguran.
Memutus jaringan internet di hampir penjuru Mesir selama berhari-hari bisa turut memperburuk situasi ekonomi di negara itu. Di hampir semua negara, teknologi informasi seperti internet telah menjadi elemen penting untuk menggerakkan perekonomian.
“Cuma masalah waktu sebelum internet kembali berfungsi di Mesir,” kata Sherif Mansour, pengamat dari Freedom Watch, seperti dikutip Wired.com. “Pemerintah pun butuh internet untuk menggerakkan ekonomi, investasi, dan beroperasi,” lanjut Mansour.

Read More......