Minggu

Perdana Menteri Jepang Ogah Digaji


Memang mencengangkan berita yang datang dari Jepang, pasalnya Perdana Menteri Jepang Naoto Kan menolak untuk digaji. Hal ini bersangkutan dengan krisis yang terjadi di negaranya. Berita ini seperti yang dilansir oleh CNN yang menyatakan Kan tidak mau digaji sampai krisis nuklir di negaranya berakhir, Kan juga menjelaskan akan mengkaji ulang kebijakan energi Jepang dan mempertimbangkan sumber energi lain seperti tenaga angin dan tenaga surya.

Sebagai seorang Perdana Menteri Jepang  Naoto Kan mendapatkan gaji mencapai sekitar 1.636.000 yen (US$20.000) atau berkisar sekitar Rp.180.000.000/bulan. Akan tetapi Kan menolak hak nya tersebut dan ia hanya akan menerima gaji sebagai pembuat undang-undang di parlemen.

Krisis nuklir Jepang bermula ketika sistem pendingin di fasilitas nuklir di Fukushima Daiichi – sekitar 240 km di utara Tokyo – dihantam gelombang tsunami dahsyat pada 11 Maret 2011 lalu. Akibatnya, inti reaktor nuklir nomor 1-3 di Fukushima menjadi terlalu panas, dan menyebarkan sejumlah besar partikel radioaktif ke area sekitarnya.

Partikel radioaktif itu tak pelak lagi mencemari udara di Fukushima. Bencana nuklir Fukushima ini adalah kecelakaan nuklir terburuk setelah insiden Chernobyl. Sekitar 78 ribu orang yang tinggal sekitar
20 km dari reaktor nuklir Fukushima dievakuasi. Sementara 60 ribu warga yang berdiam 10 km dari garis batas itu diperintahkan berlindung di rumah masing-masing.
Kini, dari total penduduk setempat yang dievakuasi, 100 di antaranya telah diperbolehkan kembali ke rumah. Sebelum pulang, 100 penduduk Desa Kawauchi itu telah dibekali pakaian pelindung radiasi oleh pejabat setempat. Mereka pun diizinkan pulang dalam waktu singkat, sekedar mengambil barang-barang yang mereka anggap penting.

0 komentar: